Kades Kertowono (baju biru) keluar dari Kantor Kejaksaan dan dibawa ke Lapas |
Kedatangan kades ke sana untuk menyampaikan ketidak puasan hasil putusan MA tersebut. Lebih dari dua jam kades di dalam. Setelah pukul setengah dua siang, eksekusi akhirnya dilakukan. Dengan naik kendaraan tahanan kejaksaan dan dikawal kepolisian, kades dibawa ke lapas.
Teuku Muzafar, SH menyampaikan, kasus ini sudah bergulir sejak 2015 silam. Awalnya kades dilaporkan atas dugaan korupsi honor kepala dusun (kasun). Honor sebesar Rp 7,5 juta yang harusnya diterima kasun, tidak dibayarkan.
Atas pertimbangan besarnya kerugian negara, yang awalnya kasus ini masuk dalam Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) akhirnya diturunkan menjadi Tindak Pidana Umum (Pidum). Dengan dasar Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan.
“Tapi karena kerugian Rp 7,5 juta kita pidumkan di penggelapan dalam jabatan. Kalau di Tipikor lebih mahal biayanya, bisa melebihi kerugian,” katanya pada sejumlah wartawan.
Proses hukum kasus ini memang memakan waktu lama. Pasalnya Pengadilan Negeri Lumajang yang menyidang, memutus bebas. Sehingga jaksa kemudian melakukan kasasi ke MA. Dan dari MA, kades dinyatakan bersalah dengan vonis 6 bulan tahanan kota.
Tetapi karena tuntutan kejaksaan adalah tahanan Lapas, maka jumlah masa tahanan tersebut bisa berkurang seperlimanya menjadi sekitar 2 bulan. “Jadi perbandingannya 1 hari di rutan, sama dengan 5 hari di tahanan kota. Nanti ada perhitungan rumusnya jadi berapa hari,” terangnya Kajari.
Kades yang sempat keberatan dengan putusan ini, Teuku Muzafar menegaskan, pihaknya harus melakukan eksekusi sesuai dengan putusan dari MA. “Saya sudah jelaskan yang bersangkutan, kita di sini tidak dalam hal menyatakan mana yang salah, kita hanya menjalankan putusan MA,” tegasnya.
Sebelumnya kades sempat dipanggil dua kali namun tidak datang. Kejaksaan juga sempat akan melakukan pemanggilan paksa. Namun kemudian kades bersama massa dengan sendirinya datang ke kejaksaan.
Terkait ketidak puasan tersebut, kades bisa melakukan upaya hukum melalui Peninjauan Kembali (PK). Namun dengan catatan harus ada bukti baru agar upaya tersebut bisa diproses. “Kalau PK prosesnya bisa 3 bulan,” tutur Kajari.
Ia juga menyampaikan pada kades dan masyarakat, utamanya warga Desa Ketorwono agar memahami dan menghargai putusan hukum tersebut. “Tolong dihormati, tolong dijalani. Tetapi yang terpenting kita sampaikan kepada masyarakat agar tetap kondusif,” pungkasnya. (fit)