Bongkar Makam, Keluarga Minta Jasad Suliyono Diautopsi

Lumajang, Memo_Tujuh hari pasca meninggalnya Suliyono (korban penganiayaan-red), seluruh keluarga besarnya mulai berkumpul di rumah duka. Mereka minta, agar polisi tidak setengah-setengah dalam menangani kasus penganiayaan yang menimpa salah satu anggota keluarganya itu. Bahkan untuk menguak siapa saja pelaku yang terlibat dalam kasus aksi penganiayaan tersebut, seluruh keluarga sepakat untuk dilakukan otopsi pada jasad korban.
korban penganiayaan

Kami sepakat makam anak saya dibongkar lagi untuk dilakukan otopsi Pak,” terang Miskadi (65), ayah korban dan Dayah (60), ibunya. Sebetulnya kata mereka, pihaknya sudah menunggu-nunggu kapan polisi akan melakukan rekontruksi dan otopsi pada jasad anaknya itu.

Desakan agar polisi untuk segera melakukan otopsi, bukan saja datang dari warga dan keluarga dekat. Namun, anak-anaknya yang bekerja di luar kota juga ikut mendukungnya. Pasalnya, hingga sekarang pihak keluarga masih belum puas dengan proses hukum yang dilakukan oleh kepolisian. Apalagi, dalam kasus penganiayaan ini polisi hanya menetapkan satu orang saja sebagai tersangka.

Tersangka Akuh Salah Duga, Pihak Korban Naik Pitam

Keterangan dari salah satu warga mengatakan, fakta di lapangan berbanding terbalik dengan apa yang dijelaskan oleh anggota keluarga tersangka kepada polisi. Informasi dari para saksi yang ada di tempat kejadian, korban malam itu akan pulang namun dihadang oleh dua orang laki-laki. Setelah itu, korban dipukuli menggunakan pentungan kayu.

Setelah korban roboh, lalu diseret ke dalam rumahnya. Sesampai di dalam rumah pacarnya, korban lalu dimasukan ke dalam kamar. Di dalam kamar pacarnya itulah, korban diduga dianiaya oleh beberapa orang hingga nyaris tak sadarkan diri. “Kalau cuma satu orang yang mengahajar korban, tidak mungkin ranjang tempat tidur yang terbuat dari kayu jati itu patah Pak,” ujarnya.

Diduga, korban dianiaya, dipukul dan diinjak-injak hingga dadanya remuk. Kondisi itu dibuktikan, ketika korban dijemput pulang oleh Hariyanto (25), adiknya, korban langsung muntah darah. “Pada saat saya bonceng pulang dari rumah pacarnya, kakak saya kondisinya lemas sambil memegangi dadanya. Setiba di rumah, kakak saya langsung roboh dan muntah darah,” jelas Hariyanto.

Mengetahui kondisinya kritis, korban lalu dilarikan ke Puskesmas setempat, setelah itu dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Haryoto Lumajang. Namun setelah tiba di rumah sakit, korban lalu menghembuskan nafas terakhirnya. ”Kakak saya hanya beberapa jam saja di rumah sakit, lalu meninggal dunia,” jelas Hariyanto Lagi.

Mendengar informasi jika korban meninggal dunia, pihak dari pacarnya datang sambil berpesan agar permasalahan itu tidak dipolisikan. Sebagai imbalan, pihak dari tersangka menjajikan untuk membantu biaya proses pemakaman hingga selamatan seribu harinya.

Agar masalah itu tidak sampai dipolisikan, waktu itu pihak tersangka memberikan uang sebesar lima ratus ribu dan beras satu sak,” ujar adik perempuan korban. Namun sampai saat ini, kata dia uang berikut beras pemberian itu masih utuh dan tidak disentuh. (tri)

Selain Dada, Tengkuk dan Kepala Memar Serta Kaki Kiri Korban Patah. Dugaan aksi penganiayaan yang dilakukan lebih dari satu orang tersebut, diperkuat oleh keterangan Untung (70), kakek korban yang saat itu ikut memandikan jasad korban. Bahkan, ia berani menjadi saksi, ketika kasus ini benar-benar ditangani serius oleh polisi.

Saya sanggup menjadi saksi dan menjelaskan apa yang saya lihat dan saya ketahui,” terang lekaki tua itu kepada Memo Timur, Kamis (10/9), siang, di rumah duka. Menurutnya, dirinya sengaja ikut memandikan korban agar tahu kondisi korban yang sebenarnya.

Pada saat jasad korban dimandikan, ialah yang membasuh dan membolak balik tubuh korban. Sehingga, ia tahu persis bagian luka yang dialami oleh cucunya itu. “Dada dan tengkuknya membiru dan lebam. Punggungnya memar kepala bagian belakang dan atas luka serta kaki kiri pada pergelangannya patah,” jelasnya.

Dari situlah dirinya mulai yakin, apa yang dikatakan orang jika korban dianiaya dan diseret oleh tersangka itu benar. Mungkin pada saat korban akan pulang, kakinya dipukul hingga korban tak bisa berjalan. Setelah itu, korban lalu diseret ke dalam rumah pacaranya itu.

Kalau begitu benar apa yang dikatakan orang-orang, yang katanya korban dipukul dan diseret ke dalam rumah,” ujar kakek itu. Ia menduga, selain dipukul menggunakan kayu, korban juga diinjak-injak hingga dadanya lebam dan membiru.

Ia berharap, polisi lebih serius lagi menangani kasus ini. Dirinya yakin, pelakunya tidak hanya satu orang, tetapi lebih. Jika polisi butuh saksi, malah ia sanggup membeberkan kondisi korban yang sebenarnya. “Saya siap dijadikan saksi dan sanggup menjelaskan luka dan memar yang dialami oleh korban,” pungkasnya. (tri)