Sengketa Warga dengan Kepala Desa hingga Kantor Polisi

Lumajang, Memo_Tidak terima temannya dilaporkan oleh Kepala Desa (Kades) Pandanarum, Ti’un atas dugaan pemalsuan tanda tangan. Belasan warga Desa Pandanarum, Kecamatan Tempeh akhirnya beramai-rami mendatangi Mapolres Lumajang. Mereka tidak terima atas tindakan Kades Pandanarum yang dianggap mengkriminalitaskan salah satu warganya itu.
tanda tangan palsu

Selasa (19/5) pagi, sekitar pukul 09.00 WIB. sekelompok warga tersebut datang bersama-sama ke Mapolres Lumajang dengan mengendarai sepeda motor. Menurut dari salah satu warga itu mengatakan, kedatangannya ke Mapolres itu hanya ingin mengantarkan temannya karena mendapat surat panggilan dari pihak Polres Lumajang.

Dalam surat panggilan Nomer S.Pg/456/V/2015/Satreskrim. Pertimbangan, bahwa untuk kepentingan pemeriksaan dalam rangka penyidikan tindak pidana, perlu memanggil seseorang untuk diminta keterangannya. Sebagai dasar, laporan polisi Nomer: LP/109/111/2015/ Jatim/Res Lumajang tertanggal 29 Maret 2015.

Memanggil Said alias Fadhan (45), asal Dusun Karang Tengah, Desa Pandanarum, Kecamatan tempeh, diminta kehadirannya untuk memberikan keterangan kepada penyidik/ penyidik pembantu, di Kantor Kepolisian Resort Lumajang di ruang Pidsus jalan Alun-Alun Utara nomer 11 Lumajang.

Pada hari Selasa (19/5), pukul 09.00 WIB. guna didengar keterangannya sebagai saksi dalam perkara tindak pidana pemalsuan surat sebagaiamana dimaksud pada pasal 263 KUHP. Surat tersebut ditanda tangani oleh kasat Reskrim Polres Lumajang AKP Heri Sugiono, SH.MH.

Dengan terbitnya surat panggilan itu, mereka merasa keberatan. Pasalnya, Said alias Fadhan itu tidak pernah merasa memalsukan tanda tangan atau surat-surat. Pagi itu, belasan warga tersebut ingin menghadap langsung kepada Kapolres Lumajang.

“Pokoknya saya tidak terima teman saya dipanggil Pak. Dan kami akan menghadap langsung ke Bapak Kapolres untuk menceritakan kronologis sebenarnya, apa yang terjadi di lapangan,” tegas salah satu dari warga yang diamini warga lain.

Menurutnya, permasalahan ini berawal dari Kades Pandanarum, Ti un yang saat itu hendak membuat jalan baru sepanjang 1.5 kilo meter menuju pantai selatan. Karena saat itu kades tidak melakukan kordinasi terlebih dahulu dengan pemilik lahan yang akan dibuat jalan tersebut, akhirnya mereka menolaknya.

Memang dikaui, tanah yang akan dibuat jalan desa wisata itu sebagian adalah milik Dinas Pengairan. Akan tetapi, sebelahnya lagi adalah tanah milik warga yang sudah bertahun-tahun digarap dan sudah bersertifikat. “Kalau sebelah barat memang milik pengairan Pak. Tetapi yang sebelah timur adalah lahan milik kami-kami ini,” ungkapnya.

Warga Jember Obok-Obok Lumajang di 18 TKP

Waktu itu, warga yang tidak terima tanahnya dibuat jalan sudah membuat surat pengaduan yang ditujukan kepada Kapolres, Dandim, Bupati serta Kejaksaan Negeri Lumajang. Dengan maksud, agar kepala desa tidak lagi melanjutkan pembuatan jalan desa wisata itu.

Herannya, bukannya Kepala Desa dipanggil  untuk diproses secara hukum malah warga yang menolak pembuatan jalan baru itu yang dilaporkan balik oleh Kepala Desa dengan tuduhan pemalsuan tanda tangan. “Intinya, kami datang ke sini (Mapolres-red) untuk minta keadilan Pak,” tegas mereka. (tri)